Kamis, 25 Desember 2014

Jatuhkan Aku

Oleh: Agnes y.p

Langkahnya bagai berlari
Menerpa ribuan untaian kasih
Dibalik jubah putih ia menggenggam tajamnya belati
Bisa saja debu berlarian pergi
Nirwana melekuk berlutut perih
Dia tertawa tapi sedih

Kilau cahaya membutakan mataku
Ku lihat genggamannya penuh mawar putih
Gambaran suatu makna yang berarti suci
Ternyata ia berhasil mengunci waktu
Jantungku tertegun melawan hati
Sungguh hatinya manis

Jatuhkan aku sedalam sanubariku
Jangan lihat sengsaraku
Biarkan aku menyusuri sendiri bahtera piluku
Asaku remuk redam menghadang waktu
Biarkan aku bersama lilin merogoh harapan baru
Sedalam niatku kan kutemukan hidup 

Rabu, 13 Agustus 2014

Tulisanku pada cerita

Selamat malam dunia. Selamat menikmati lagi dan lagi persembahan tarian materi langit malam hari ini. Semoga ketenangan malam ini bisa membawa pergi lelah jauh-jauh, biar mereka punya waktu yang lama untuk kembali. Sebelumnya, aku tak pernah membayangkan bahwa hal yang selama ini aku inginkan justru menjadi momok bagiku. Satu hal yang kini benar-benar ada di depan mataku, berdiri dengan dua kaki yang kokoh. Simpang siur khawatirku menghantui, berlalu lalang bebas hambatan setiap harinya. Sudah cukup lama aku menginginkan ini, namun ternyata aku tak sekuat dugaan ku untuk melihat inginku datang secepat ini bahkan, kini aku menginginkan sebaliknya, keinginan yang justru menjadi kenyataan buruk tidak pernah lagi datang di kehidupanku.

Bintang terlihat berkelip lebih cepat dari biasanya, menunjukkan pesona dan kharisma nya. Bulan pun demikian, memuji kecantikan sang bintang yang katanya melebihi indahnya mentari saat mengantuk di ufuk barat. Bukan, tidak demikian denganku, entah apa yang merasuki ku hingga aku merasa tak mampu bertahan tanpanya, wanita macam apa yang memikirkan "dia" yang belum tentu memikirkannya. Berlutut memohon padaNya sudah ku lakukan, agar waktu dapat lagi ku ulang. Biarlah ku nikmati karma dengan hasrat bahagia, agar aku dapat meyankinkan diriku bahwa aku adalah manusia yang bersyukur. Betapa berarti ciptaanNya yang kini menjadi bagian dalam buku harianku. Buku itu, setiap hari aku menulis namanya disana, mungkin bintang sudah bosan membacanya dalam buku harianku, namun aku tak pernah, namanya selalu teduh dalam ingatanku.

Mengingat cerita yang dulu amat kusenangi saat ia terus-menerus mengulang menceritakan "cerita bahagia" kami. Mungkin semuanya telah terasa berbeda, seperti langit yang berbatu, terus menerus menggempur berisik mengubah suasana damai langit. Menempa kesulitan yang membuat aku terus tertatih tak henti membuat aku begitu lelah. Masa yang kini datang mengubah sosok periang dan penyayang menjadi seorang yang dingin, tak peduli dan berego keras. Menyesalnya aku telah mengubah satu hal menjadi lebih buruk, aku tidak pandai menerka impianku sendiri. Mengubahnya dari yang terlalu berlebihan sayang menjadi seseorang yang penyayang saja tanpa ada lebihnya adalah keinginanku yang kini datang. Mengingat hal yang berlebihan itu adalah tidak lebih baik. Menimbang kenyataan yang saat ini kuterima, ternyata semuanya bertolak belakang. Manisnya disanjung tak pernah lagi ada. Menghilang secepat kilat, harapku hanya menjadi serpihan debu.

Harus ku akui, bukan lagi sosok sepertinya yang aku inginkan. Habis harapanku padanya, aku hanya bisa berdiam dan berdoa semoga ada jalan lain yang masih jauh tapi akan segera datang, aku sangaaat menunggunya. Hingar bingar canda berisiknya kini tak pernah ku dengar lagi, aku sendiri dibawah damar meneduhkan hatiku yang lelah. Hela nafas akhir asa terus menerus ku hembuskan, seakan damar pun tahu ceritaku, ia ikut diam dalam hangatnya mentari. Hilangnya sosok masa lalu memaksa mawarku gugur, satu demi satu mahkotanya jatuh. Hanya bisa ku ratapi dan menunggu gugurnya mawarku bersama indah jalinan masa lalu. Hikmah tak sama sekali ku dapat, tidak sama seperti yang mereka katakan bahwa setiap duka akan ada hikmahnya. Hah, semuanya sudah berlalu dan hanya bisa ku sesali.

Selalu ku rindu meski tak sama sekali pesannya disampaikan angin. Setiap hari belakangan ini aku selalu mencari senyumnya, namun tak semudah mencari oksigen di tengah hutan rimba. Siapa yang menyembunyikan sosok itu? Selama ini aku membiarkannya membujukku, membatasi diriku dengannya,menjauh,berlari,dan pergi jauh darinya. Sakit bila harus menerima pribadi barunya.

Aku mendapat kenyataan pahit, tak lagi tahu dimana ia, aku terus mencari kehilangan dirinya. Apa yang selama ini ku lakukan ? aku merasa sangat bersalah. Aku hanya bisa bersandar pada nisannya. Apa yang ada di hadapku adalah terteranya nama indah pada nisan putih yang terlihat baru diganti. Nama indah yang begitu banyak memEnuhi buku harianku, nama yang selalu ku rindukan, nama yang... yang selama ini yang selama ini memenuhi sesak laraku.**

Selasa, 24 Juni 2014

Kisah Singkat Gadis "Itu"

-------
Disana, di kursi yang umurnya masih terbilang muda itu aku bertemu dengan seorang penjaga batas hati yang membuatku harus berhenti dan menikmati senyumannya sejenak. Meski siang itu mentari terasa marah dan menyengat siapa saja yang ada dibawahnya, aku tetap tak peduli. tetap kulihat dan ku jabarkan lisannya kata demi kata. Dibuatnya lunglai ragaku, dan lelah jantungku karena rasanya seperti berlari mengitari lapangan sepak bola Gelora Bung Karno. Haha, ini terasa lucu namun sangat manis. Aku seperti dibawanya melayang bersama mengukir gerimis saat itu juga. Siapakah gerangan wahai penggugah letihku?
-------
Tak pernah ku duga sebelumnya, dengan waktu sesingkat ini dia mampu membaca mataku, dibalasnya perasaanku kini yang entah harus bagaimana lagi aku menjabarkannya. Akhirnya ia memulai dengan lembut dan pelan, aku menyambutnya dengan penuh kagum dan suka cita. Meski kala itu ku rasa diantara kami belum melengkapi rasa saling kenal, namun... ku rasa aku telah mengenalnya jauh sebelum hari-hari ia mendekatiku. Senyumnya, bidikan matanya, teduh pandangnya, bagiku ia pria tertampan yang ada disekolah. Ya, tampan dari segi manapun, melihatnya saja sudah membuat aku merasa  menjadi wanita terbaik didunia karena aku bisa mengenalnya.
-------
Hari-hari berlalu secepat angin, semuanya singkat. Pertemuan itu, pendekatan itu, perhatian yang membuat handphone kecilku tak henti berdering. Dimalam yang penuh kelip bintang, kudengar ucap manis yang ia bilang tulus dari dalam hatinya. Aku tidak menyangka akan secepat ini, tapi inilah yang ku nanti, sudah sejak pertemuan siang itu, semua yang tengah membidikku bahkan posisinya hampir sama dengannya kini gugur ia kalahkan. Ia perebut hatiku adalah petarung yang hebat ! Mengalahkan tidak dengan amarah fisik dan emosi, melainkan dengan kata lembut yang menunjukkan alur hatiku harus padanya. Kini dua insan Tuhan menyatu dalam satu kisah remaja yang tengah digilai asmara.
-------
Bulan pertama, Pebruari.
Ku akui dia cerdik dalam mengalihkan perhatianku, setiap harinya hanya senyum,tawa,dan bahagia yang ia kenalkan. Tanpa terasa tiga puluh hari sudah ia menemaniku berjalan di tepian rintangan dunia. Dan tepat di pagi itu, mawar merah mampu mewarnai pagi kelabu ku. Sungguh, cacing diperutku yang tengah mengadakan konser dadakan karena tak ku beri asupan pagi ini tak terdengar lagi riuhnya. Darahku mengalir dengan tenangnya, pikiranku yang lelah kembali tersenyum hanya jantungku saja yang seperti tengah mengadakan perang saudara, seperti dentum-dentuman meriam disana sini. Ini adalah perasaan wanita yang disanjung oleh idamannya, senang, gembira bahkan sempat berulang kali melakukan tingkah-tingkah yang salah. Oh Tuhan, aku mencintaimu !
-------
Bulan kedua, Maret
Tanpa terasa semua bagai kedipan mata, berdiri aku pada bulan kedua hubungan manis ini, aku merasa ia semakin hati-hati dalam menjagaku, tak mau seorangpun melukai bahkan menyakiti hariku. Ia penjaga yang baik :)
-------
Bulan ketiga, April
Aku sangat merasa tersanjung bila ada seseorang yang menjagaku tanpa mengharap balas dan penjagaan dariku juga. Kini aku masih bersamanya, dia yang sejak awal ku idam-idam kan. Namun, kini ia seakan-akan adalah pengawas saat aku ujian nasional SMP tahun lalu, bahkan mungkin melebihi pengawas-pengawas yang ditakuti oleh para siswa itu. Sudah ku katakan padanya, bahwa bukan seperti ini yang aku inginkan. Pertemananku mulai terbatas, hari-hari ku pun dilalui dengan kewaspadaan, entah siapa teman sekelasku yang diajaknya bekerja sama untuk mengintai hariku dimanapun. Aku membencinya !
-------
Bulan keempat, Mei
Setiap bulan semua seakan semakin sulit saja, entah mengapa ia berubah menjadi pribadi yang menyebalkan. Yang tak bisa ku tahu apa maksud dari perubahannya ini. Aku semakin tidak suka, semakin riuh, ingin saja ku beri ia sebuah rekaman video yang menjabarkan bagaimana sikapnya kepadaku belakangan ini.
Namun, ketika aku mulai resah dan dengan terpaksa menceritakan semua resahku padanya. Tanpa kuduga ternyata ia mengerti apa mauku. Ia membacanya dengan baik, belaian maafnya menyentuh lembut jilbab putih yang masih ku kenakan dengan rapi. Hatiku tenang.
-------
Bulan kelima, Juni
Bulan ini penuh dengan kejutan, kami saling mengenal satu sama lain. Melalui watak yang berbeda kami bisa saling menerima dan menyaring keslahan apa saja yang harus dikubur dalam-dalam. Bukan hanya ia, juga keluarganya, ibunya menerima hadirnya aku dengan ramah tamahnya. Semua berjalan baik sampai akhirnya... Perjalanan kami harus tersendat karena satu problema besar yang tidak bisa lagi disebut masalah kecil. Ini menggoyahkan semua yang telah bersama kami lalui. Ini pilihan yang sangat sulit. Linangan air mata tanpa ada hentinya membasahi pipiku yang kala itu sengaja tidak kulapisi dengan bedak putih yang baru-baru ini ku coba tuk kenakan. Aku sudah pupus dan lemah, rasanya pun aku sudah tidak bisa berjalan lagi. Lalu dalam diam dan sedihku, ia menggenggam hangat tanganku yang dibasahi air mata. Ia mencoba meyakinkan aku bahwa ini semua akan berakhir. Ini akan berjalan sebagaimana yang kita inginkan. Dengan pelan tangan kanannya menghapus jejak-jejak air mata dipelupuk mataku. Teduh pandang matanya membuat aku harus bangkit dan tegar. Hingga matahari sudah terkantuk-kantuk di ufuk barat, kita masih berdua dalam linangan senja. Meski tak bisa ku hentikan derasnya air mata yang membuat pedih mataku, namun hatiku merasa tenang, kau yang membuat aku bangkit lagi, tersenyum dalam tumpukan kelam masalah yang harus kami hadapi. "Jangan pernah takut, aku gaakan ninggalin kamu.", kalimat itu terngiang hingga akhirnya aku harus mengakhiri pertemuan itu karena desakan waktu.*
-------
Tahun berikutnya...
-------
Akhir hayat...
-------
Dihadapan Tuhan menikmati surga.

***

Senin, 23 Juni 2014

Langkah Yang Abadi

Oleh: Agnes y.p

Diawali langkah awal menata tatanan hidup
Jejak yang masih basah berkelip
Hawanya pun kerap tegap
Semerbaknya tak hilang dilahap
Bahkan hidup dalam gelap
Disini sejoli insan Tuhan saling bertatap
Mengintai masa yang akan diharap

Melangkah terus dengan hasrat percaya
Semoga Tuhan mengiringi kita bak cahaya
Kurangkul pedih kau pikul duka
Bernyanyi dalam suka
Berhimpun dalam seribu problema
Teratur bagai alun dalam irama

Sudah selarut di purnama lalu
Namun irama tak letih bersemarak merdu
Aku melangkah dibelakangmu dengan sendu
Tapi kekuatan itu mengokohkan raguku
Menyuntikkan secercah harapan baru
Yang kusimpan ditengah haru biru

Dan akhirnya
Ketika cinta yang menggugurkan ku
Menaruh kelabu pahit dalam langkah lama
Membuat pikiranku berlayar jauh ke belakang
Dunia merah muda berbalik mengekang
Meniupkan musim pedih yang abadi

Rasaku fani sudah
Remuk dan tertatih aku melangkah
Hingga kemudian mataku menyaksikan artinya indah
Melihat genggam ini tak kunjung rapuh
Namun kuat nan teguh
Aku kembali perkasa dan sembuh

Bisik rendah nan menguatkan
Mengukir satu nama tuk kemudian
Biar dunia mengkhianati raga
Namun janji yang suci tetap abadi 
Kisah ini langkah satu untuk kita
Puisi ini kekuatan satu untuk langkah kita hingga nanti

Jumat, 20 Juni 2014

Labirin

Oleh: Agnes y.p
Di pagi itu lelah membungkam kata 
Pesan ini seperti rindu gelap
Masih berbekas ditelingaku abjad vokal di awal pesan itu
Entah darimana datangnya ia
Aku menggerutu meronta marah
Permainan ini menghasut rencana indahku
Menggaduhkan ruang renungku
Menghabisi tiang keteguhanku

Kembali ku kejar amarah itu
Rintihan ilalang menghalangi kejarku
Raja siang yang masih berkuasa membangkitkan peluhku
Kubiarkan berisiknya dunia berlalu
Tiada yang bisa mengalahkan kuatnya tuju
Meski ku tahu saat ini angin tengah membodohiku
Ia menyayat hingga epidermis bawah poriku
Bersimbah darah pun aku takkan tertipu

Perempatan kosong hampa tanpa materi
Siapa yang menyembunyikannya dalam misteri?
Ku mohon tuk buat aku mengerti
Tuk kali ini... di tempat ini...
Ku kokohkan ingatanku pada mentari
Mungkin barat daya diujung kiri
Berlari tertatih aku tak henti
Tidak! Tiada sesiapa disini
Aku akan lenyap dalam sesat! ya! habis dilahap bumi



Sabtu, 31 Mei 2014

Kupas

Oleh: Agnes y.p

Samar dendam menggelapkan rindu
Sejenak semua menjadi keruh kelabu
Suka cerita melayang bagai debu
Sia-sia saja tuk mengadu
Siapa yang kan tahu?
Segerombol awan pun membisu

Mana mungkin ini akan pergi
Akankah semuanya habis
Habis perlahan karena kupas
Eja saja kelumpuhanku 
Sakit jika kau bisa membacanya
Aku kan pergi jika semua tinggal serpihan

Firasatku meringis
Alangkah pedihnya ia
Dilihatnya kebahagiaan itu pergi dengan nyanyian
Hitungan sudah tinggal akhir saja
Iris demi irisan kau layangkan
Liar bagai jalar duri
Lumpuh... ringkih
Aku sudah diam dan diam
Hanyalah duka dalam nadi dan darahku

Rabu, 07 Mei 2014

Kepingan Mahkota Mawar

Oleh: Agnes.y.p

Rembulan pertama kini berlaga
Di penjuru langit ia bercerita
Terlintas di retina sebuah bayang yang maya
Bagai sepasang sayap yang berjalan satu tuju
Sudah ke empatbelas kalinya ia bangun dan ragu
Apakah gerangan penggugah rindu?

Rembulan mencuri ceritaku
Kini aku tidak dalam khayal semu
Puluhan keping kelopak mawar milikmu
Berumpun disebuah putik indah di malamku
Terima kasih untuk peneman setiaku
Tak jemu mataku mengelus pesonamu

Tapi tunggu
Hari ini tak seperti malam sedianya dirimu
Satu keping mahkota nya jatuh menggenang 
Gugur dan pudar seperti pedulimu pada malam-malamku
Menggaduh didalam nadiku
Meracuni pagi dan malam hidupku

Gelap rintik dan dingin
Senada menghujam harapku
Satu demi satu mahkotanya gugur
Kini sang primadona tidak seindah dulu
Sinarnya pun kelam sendu
Terus menerus memudar setiap senja berganti bulan

Sampai akhirnya sang putik tak mampu bertahan
Gelap hidupnya
Hancur, musnah harapannya
Mawar pun tidak bertahta lagi
Pada dirimu aku melihatnya
Berkecamuk melawan hadirku

 

Jumat, 18 April 2014

Senja Yang Lusuh

Oleh: Agnes.y.p
Sendiri bermuram durja jiwaku
Hampir saja gerimis kecil meninabobokan aku
Waktu itu hampir senja
Aku tetap diam berpangku dagu 
Dihadapanku ada sisa gerimis selimuti jendelaku
Pelan dan sepi mereka merayap leluasa

Tak seperti biasanya
Kini senja layu lunglai
Gairah meninggalkannya sendiri hari ini
Ketakutannya tergambar jelas
Hingga lembayung senja pun pudar
Muram dan kelam

Aku memandang disudut barat senja  
Disana pun sepi
Tak biasanya camar senja diam dalam sangkar
Hanya beberapa yang mungkin tergoda oleh mangsanya
Hah sama seperti waktu senjaku
Yang biasa menghangati ditengah dinginku kini telah jauh 

Lusuh sunyi pesta senja hari ini
Bidadari senja mungkin juga lupa melukis siluet untuknya
Aku tahu disini rencanaku tidak berjalan seperti inginku
Mungkin ini jawaban Tuhan atas rencanaku
Senja ini lusuh
Mungkin hanya untuk senja Jum'at ini
Tidak untuk mimpi senjaku selanjutnya
Selama detik dihari ini
Aku harus berdiam menunggu
Menunggu kepergian senja lusuh ini

Selasa, 25 Februari 2014

Dimana Bintang?

Oleh: Agnes y.p

Waktu malam tanpa berbintang
Seiring panjangnya dengan irama detik berdentang
Aku berjinjit pelan diatas bujur dan lintang
Awan dan mentari sedang kutantang
Jangan muncul malam ini sayang
Pergilah yang tak ku undang untuk datang

Hai yang ku undang
Kenapa kau tak kunjung datang?
Dimana dia? sedang apa?
Disini ku resah menunggunya
Dia yang biasa ku ajak bercerita lewat lautan malam
Kini entah dimana ia berdiam
Kau membuatku kelam sepanjang malam

Kepada siapa gundah harus kutuang?
Bagaimana harus ku usik amarah agar jauh?
Dimana bintang?
Suaramu pun sunyi bahkan tak lirih
Hati pedih tergores lambaian ilalang
Tolong jangan buat aku semakin tertatih perih

Berselimut sepi aku di punggung bumi
Lelah aku mencari
Semua yang dulu bersemi
Samudera malam kini sepi sunyi
Sahabatku seakan telah gugur kini
Sisa bintang berakhir menjadi embun pagi