Catatan Harian Zizi
Bintang bersinar
terang malam ini. Membuat mataku terpaku bisu melihatnya. Namaku Azzira, biasa
dipanggil Zizi, aku duduk di bangku kelas dua SMP. Sudah sejak kelas satu SMP,
aku memakai kacamata, karena kata papaku, aku terlalu sering membaca sambil berbaring,
maka dari itu, mataku harus memakai kacamata ini. Aku suka sekali melihat
bintang, dan aku mengaguminya. Aku sangat ingin menjadi bintang di angkasa,
bebas dan tidak pernah sendiri. Aku juga senang menulis, apalagi menulis buku
harian, itu hal yang sangat aku sukai. Tiada hari tanpa menulis buku harianku.
Buku harianku itu seperti sahabatku yang baku, menerima keluh kesahku tanpa
merasa muak dengan semua masalah yang aku tumpahkan kepadanya.
Seperti pagi
biasanya, pagi ini aku berangkat sekolah pukul 06.45, aku tak ingin sampai
disana dengan terlambat. Sesampainya aku disekolah, aku telah disambut senyum
oleh sahabat baikku, Vio, dia adalah satu, dari empat sahabatku yang berkumpul
dalam satu nama perkumpulan, ya seperti genk
gitulah, nama perkumpulan kami, VIZIA yaitu Vio,Zizi,Iga dan Asfa. Kami
memperingati hari jadi VIZIA setiap
tanggal 12 Januari.
“Zi, duduk yuk”, ajak Vio.
“Iya Vi, sebentar ya, aku taruh
tas dulu, berat nih”, jawabku sembari masuk ke dalam kelas. Setelah aku menaruh
ransel cokelatku yang besar itu ke dalam kelas, aku keluar dan merangkul Vio
menuju bangku di depan kelas Vio. Aku dan Vio berbeda kelas, semenjak kami dekat
dari kelas satu SMP. Seperti biasanya, aku dan Vio berbincang asyik, padahal,
masih pagi dan sekolah masih sesepi kuburan.
“Vi, aku sedikit resah dengan
Risa, dia agak sok ngatur ke aku, aku
seperti robot saja, baginya”, ceritaku.
“Oh, iya, aku bingung juga
sih”jawab Vio singkat saja. Aku hanya menggehem saja. Tak biasanya Vio
memberikan respon sesingkat itu, tapi yasudahlah, yang penting aku sudah
bercerita dan hatiku lumayan lega.
Bel berbunyi, tanda aku dan Vio harus
menghentikan perbincangan kami, dan masuk ke kelas masing-masing, sungguh hal
yang menyebalkan. Tapi aku masih sekelas dengan anggota VIZIA lainnya, yaitu
Asfa, dia sangat baik, ramah, pintar, dan juga cantik. Mamanya sangat dekat
dengan mamaku karena memiliki satu bidang pekerjaan yang sama. Asfa sangat baik
kepadaku, waktu ada perkemahan hari kartini, dia setia menemaniku, karena kami
tidak punya teman yang dekat lainnya sih, hehe.
Tanpa terasa, bel pulang sudah dibunyikan,
bapak dan ibu guru memulangkan kami tanpa istirahat karena mereka akan
mengadakan rapat khusus. Ira sahabat baikku telah menungguku di bangku teras
kelasku, kelasnya lebih dulu keluar karena mengadakan ulangan matematika.
“Zi, tadi aku capek banget,
udahlah piket, bekal airku tumpah, hingga aku harus mengepelnya dengan
hati-hati, huh, melelahkan”, keluh
Ira kepadaku.
“Ira, Ira ada-ada saja, kenapa
juga, airnya tumpah?”.
“Habisnya aku…”. Sebelum Ira
sempat menjawab pertanyaanku, Risa datang bersama kakak nya Alex, dan menatapku
sinis.
“Zi, kalau kamu mau ngomong
tentang aku, jangan dibelakang, aku gak suka”, katanya cetus.
“Aaa…aku tidak”.
“Sudahlah, pokoknya kalau kamu
mau ngedumel aku, ngomong aja langsung, gak usah pakai dua muka”, kesal Risa.
Aku hanya melihatnya hingga
akhirnya ia dan Alex kakaknya pergi. Ira yang melihatku dimarahi hanya diam tak
bisa berbuat apa-apa, lalu mamanya Ira menjemput dan Ira berpamit padaku untuk
pulang dengan berat hati. Tak lama kemudian datang Asfa dan Vio. Aku tak bisa
menahan air mata, lalu aku menangis. Dan mereka bertanya padaku.
“Kenapa Zi?, kenapa nangis?”,
tanya Vio
“Ta,,tadi Ri,,ri,,sa memarahiku,
a,,aku gak tau kenapa”, kataku sambil tersedu. Vio dan Asfa memelukku dan
menenangkan aku. Hingga akhirnya aku dijemput supir pribadi ayahku.
Setibanya aku dirumah, aku langsung menuju
lantai atas, dimana kamarku berada. Aku langsung menggapai sahabat terbaikku,
diary, dan aku menulisnya
Sabtu,23 Maret 2011
Diary, hari ini aku lagi sedih, hatiku
terasa di tusuk beribu pisau yang baru saja diasah, Risa temanku yang sangat
populer disekolah memarahiku tanpa alasan, katanya aku ngomong belakang sama
dia, tapi apa ya?. Aku bingung diary. Kamu taukan kalau aku itu kurang suka
sama Risa, dari awal tuh aku juga udah males temenan sama dia, tapi, waktu
berkata lain, seiring berjalan, aku dan Risa adalah teman, ya walaupun tak
sedekat aku dan Ira, juga aku dan VIZIA. Semoga saja, Risa bakal maafin aku,
kalaupun aku salah. Lantas, bisa tahu dari mana dia, kalau aku ngomong
belakang. Tapi, yasudalah, semuanya udah terjadi. Sampai di sini lagi diary,
sudah jam les ku sekarang, daah. :*
Akhirnya aku memutuskan untuk berangkat
menuju rumah seorang guruku yang sangat baik, untuk pelajaran tambahan fisika.
Setibanya aku di rumah guruku, aku masih sedih, mataku bengkak karena nangis melulu
di rumah tadi, untung saja mama dan papaku sedang tidak dirumah. Aku juga masih
penasaran, siapa orang yang tega kepadaku untuk mengatakan semuanya ke Risa,
berlebih atau tidak, mana ku tahu. Dan aku berinisiatif untuk menanyakan ke Vio
siapa yang mengatakan semua itu. Ya, selagi jam les belum dimulai, semua masih
sibuk berbincang di dalam rumah Bu Sita. Aku, Vio dan Asfa duduk di sebuah
ayunan kecil tua yang berbunyi ngit ngit,mungkin
karena sudah karatan.
“Vi, kira-kira siapa ya, yang
mengatakan ke Risa?”, tanyaku sembai mengayunkan badan.
“Aku dan Asfa, soalnya kamu
sendiri kan yang bilang tadi pagi?”, jawaban Vio menusuk hatiku, aku tak tahan,
lalu aku pergi dari mereka dan menangis di samping sudut rumah Bu Sita. Aku
sebenarnya malu, menangis begitu, tapi, mau apalagi. Vio dan Asfa tidak
mengejarku, mereka hanya duduk di ayunan dan terdiam. Untung saja, Bu Sita
mengatakan bahwa les diundur minggu depan, karena mendadak anaknya sakit dan
harus segera dibawa ke rumah sakit. Karena rumahku dan Bu Sita masih satu
komplek, aku berlari secepat mungkin sampai rumah, karena aku sudah tak tahan
atas semua yang aku alami. Setibanya aku di rumah, aku langsung menuju kamar
dan menutup pintu dengan keras, hingga supir pribadi ayahku mendengar suara
itu. Aku menangis dan terus menangis. Mungkin karena sudah kelelahan, aku
tertidur pulas di kasurku hingga pagi.
Pagi Minggu telah tiba, namun aku tak
kunjung mandi walau aku sudah bangun, badanku rasanya lemas, mataku perih dan
hatiku sakit. Melihat sifat sahabat-sahabatku yang mulai berubah itu. Tak
sanggup rasanya melihat wajah mereka esok pagi. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka
yang menyadarkan ku dari tangisan pagi ini, ternyata itu papaku.
“Zi, ayo mandi, kita pergi jalan
yuk, ke pantai saja, sebentar kok, cepat ya, papa tunggu di bawah”, kata papa.
“Iya pa, sebentar lagi, hoaamm”,
jawabku sambil menguap.
Karena permintaan papa itu, aku pun mandi,
dan berjalan-jalan bersama keluargaku, tak lupa aku membawa diary kesayanganku
itu. Tiba aku di pantai, aku tak langsung ganti pakaian dan berenang, aku tak
bergairah Minggu ini, muka ku lesu saja. Jadi, aku putuskan untuk berbincang
sejenak dengan diary ku.
Minggu,24 Maret 2011
Diary ku, sahabatku. Hari ini aku tak
bergairah untuk liburan, masalah yang menimpaku semalam sudah membuat aku
terpuruk hingga sekarang. Hanya Ira dan kau saja yang mengerti perasaanku, aku
bingung kepada mereka, mereka mengkhianatiku diary, mereka tega membiarkan aku
menangis tersedu karena mereka. Aku tak menyangka, kenangan indah bersama
mereka terhapus hujan sehari. Hanya dengan hitungan detik,masalah ini mampu
membuang semua kenangan manis itu. Waktu makan ice bareng di taman, hingga
celemotan dan tertawa tak henti. Hah,rasanya
singkat ya diary, tragis juga sih menurutku, tapi ya yang membuatku semakin
sakit adalah, mereka tak ingin bicara denganku, yang menurutku itu adalah
kesalahan mereka. Aku juga salah sih, ya sedikit la. Diary ku, udah dulu ya,
mama udah manggil aku tuh dari tadi,
nanti aku dikira anak durhaka lagi kalau gak nyaut. Bye. :*
Selagi asyik curhat sama diary, mamaku
manggil, karena aku duduk menyendiri, agak jauh dari rombongan keluargaku.
Ternyata ada Ira, dia datang, ya sudah aku juga cerita semuanya ke dia.
“Eh Ira, sini donk, aku mau
curhat”,ajak ku.
“Zizi, iya Zi”, jawabnya sambil
jalan kearah ku.
“Zi ternyata yang bilang ke Risa,
itu Vio dan Asfa”, kataku sambil mulai meneteskan air mata.
“Astaghfirullah, Zi, serius
kamu?, ga mungkin mereka Zi, mereka kan teman baikmu”.
“Iya ra, kalau kamu gak percaya,
tanya ke.. ke mereka ra”, kataku sambil tersedu, mulai menahan air mata.
“Sudah lah Zi, sahabat seperti
mereka harus ku beri pelajaran”, jawab Ira sambil memeluk dan mengelus punggung
ku. Aku tersenyum, dan nyaman sekali bersama Ira, aku senang Ira mengerti perasaanku
saat ini. Lalu kami bermain air di tepian pantai. Akhirnya hilang juga
kegalauan ku akan sahabat-sahabatku itu,.
Akhirnya pagi datang, pagi yang meresahkan
pikiranku, karena aku harus mempertahankan kesejukan hatiku saat ini dari Vio
dan Asfa. Ayolah Azzira, kamu bisa, jangan hiraukan mereka, jangan Zi, jangan.
Biasanya pagi-pagi begini, ada Vio yang menyambut ku dan siap dengan ceritaku,
tapi kini, Vio hilang dari hidupku, dan harus ku hapus. Lalu datang Iga dan
duduk di sampingku.
“Zi, apa benar kamu tidak tegur
sapa ke Vio dan Asfa?”, tanyanya dengan nadahampir meninggi.
“Ti…tidak kok ga, masih seperti
biasa kok”, jawabku hampir banyak terbata-bata.
“Zi, aku ingin kejujuran,
sudahlah, aku sudah tahu semuanya. Sekarang yang benar-benar maksud ku untuk
duduk di samping mu aku ingin bertanya padamu, jika kamu tak lagi menganggap
Asfa dan Vio sahabatmu, apakah kamu ingin ngancurin VIZIA yang udah setahun
sama-sama?, apa kamu mau kita hancur?,
mau kamu Zi?”, kata Iga dengan mata yang berkaca-kaca.
“Tidak, tidak, tidak Ga, bukan
maksudku untuk menghancurkahn VIZIA yang slalu tersenyum menyambut pagi dan
meninabobokan mentari senja. Aku tidak bermaksud Ga, maafkan aku”, jawabku
dengan sedikit tangis.
Iga meninggalkanku yang terduduk
menangis sendiri di kursi tua depan kelasku. Sungguh aku sedih Iga mengatakan
aku akan menghancurkan VIZIA. Sangat dan sangat sedih.
Sudah dua minggu berlalu tanpa sedikitpun
ucapan terlontar diantara aku, Asfa dan Vio. Kalau Iga sih, masih biasa
denganku, kami masih bertegur sapa. Dan tak terasa jua, esok adalah hari ulang
tahun Iga. Rencana nya, sore ini, aku ingin membeli hadiah untuknya. Karena dia
pernah mengatakan ingin foto VIZIA di cetak, akhirnya aku memutuskan untuk
membeli bingkai dan memasang foto VIZIA. Untukku berikan padanya. Selagi aku
membungkus hadiah itu, papa memanggilku untuk bicara dengannya di ruang
keluarga.
“Zi, papa akan bertugas di
Bekasi, jadi kita sekeluarga akan pindah ke sana”, kata papa.
“Tapi pa, Zizi harus
menyelesaikan beberapa tugas dan…”
“Sudah papa urus Zi, besok pagi
barang-barang akan diangkut dan kita akan pergi”. Kata-kata ayah itu membuatku
semakin menangis, aku sedih harus meninggalkan Ira, dan Iga. Belum sempat lagi
aku kasih hadiah ke Iga. Akhirnya aku memutuskan untuk menelpon Ira untuk
datang kerumahku dan menitipkan hadiah dariku untuk Iga, tak lupa sepucuk surat
putih aku selipkan di hadiah itu.
“Ra, aku akan pergi, mungkin
takkan ke sini lagi, ayahku tugas ke Bekasi, maafakn aku ya Ra, aku tak
bermaksud meninggalkanmu, dan yang lainnya di sini”, kataku menahan tangis.
“Iya Zi, aku faham kok, aku janji
bakal selalu ngasih kabar ke kamu”, kata Ira menangis sambil memeluk ku erat,
seakan tak ingin aku pergi darinya. Sahabatku yang satu ini emang sangat sayang
padaku, seperti aku juga yang menyayanginya. Setelah Ira pulang, aku berbincang
lagi dengan diaryku.
Senin,8 Mei 2011
Diary, besok aku akan pindah dari sini,
tapi tenang saja, aku membawamu kok. Tapi, Ira tak bisa ku bawa seperti mu.
Diary, aku sangat kecewa kepada Vio dan
Asfa, mereka tak melontarkan padaku kata maaf. Yang tahu aku akan pindah, hanya
guru dan Ira saja, Iga sudah ku tuliskan surat pamitku bersama hadiah kecil
yang kuberikan padanya. Aku pergi dengan sejuta kesedihan, aku takkan lagi
melihat taman, di mana aku dan VIZIA bermain, sedih rasanya. Coba kamu jadi
aku, diary, mungkin kamu udah gak niat lagi untuk sekolah. Huh, sangat tragis masalah ini. Ini adalah masalah terbesar dalam
hidupku diary. Sudah ya, aku ingin kembali mengemas pakaian ku, daah diary.
:*
Hari yang tak ingin ku jalani akhirnya
tiba, aku harus meninggalkan semua kenangan ku di sini. Aku sudah mengirim SMS selamat ulang tahun ke Iga,
mudah-mudahan Iga senang dengan hadiahku. Pagi ini hujan datang, bersama air
mata yang terus mengalir memandang gambar bisu VIZIA. Sedih itu sudah pasti
kurasakan di saat seperti ini.
Di sekolah, Ira memberikan hadiahku kepada
Iga dan menyampaikan salam ku untuk Iga.
“Ga, ini hadiah dari Zizi, dan
ini dariku, Zizi menitipkannya kepadaku, karena hari ini dia tidak masuk
sekolah, dia juga menitipkan salamnya padaku untukmu”, kata Ira.
“Makasih ya Ra, bilang ke Zizi
juga ya, aku sayang kalian. Oh iya, kenapa Zizi gak masuk?”, kata Iga sambil
tersenyum merona.
“Baca saja surat kecil itu, kamu
akan tahu”, kata Ira. Dan Iga pun membaca suratku sambil terduduk di kursi
taman sekolah bersama Vio dan Asfa, Ira meninggalkan mereka bertiga.
Untuk sahabatku tersayang,
Siti Aliga,
Happy birthday sahabatku, semoga panjang
umur sehat selalu, dan selalu diberi kemudahan oleh Allah SWT. Aku sangat
senang di hari bahagiamu ini Ga, aku ingin kamu senang dengan hadiah kecil ku
ini. Maaf ya, aku gak bisa ngasih langsung ke kamu, karena sebenarnya aku akan
pindah bersama keluargaku ke Bekasi, kemungkinan, gak akan ke sini lagi Ga. Ga,
aku mohon kamu jangan marah ya Ga, aku sayang VIZIA, aku tak ingin kita bubar,
slalu contact aku ya, aku mau VIZIA terus ada sampai akhir zaman. Iga
sahabatku, semoga pertengkaran aku, Asfa dan Vio tidak memancing emosi mu, dan
menguras tenagamu untuk menyatukan kami, aku sudah cukup bahagia kok tanpa
mereka. Aku sangat bersyukur dianugerahi sahabat seperti kalian. Tapi, masalah
ini membuat aku harus pergi dan menenangkan hatiku. Terima kasih Iga, kamu
sahabatku yang paaaling ku sayang. Aku juga tetap menunggu kata maaf dari Asfa
dan Vio kok. Salam ya buat yang lain, selamat tinggal Ga.
Sahabatmu
Azzira
Selama di perjalanan, aku terus memeluk
diary, dan menahan tangis di depan papa dan mama. Dalam hatiku slalu bertanya,
gimana perasaan Iga saat ini?. Apakah ia sudah membaca suratku dan melihat
hadiahku?. Handphone ku sengaja ku matikan, aku tak sanggup mendengaar suara
sahabatku, yang menucapkan selamat tinggal dsb. Sampai saat ini aku masih sayang
kalian Vio, Asfa, Iga, Ira dan diaryku.***