Sabtu, 19 Mei 2012

Cerpen


Catatan Harian Zizi

     Bintang bersinar terang malam ini. Membuat mataku terpaku bisu melihatnya. Namaku Azzira, biasa dipanggil Zizi, aku duduk di bangku kelas dua SMP. Sudah sejak kelas satu SMP, aku memakai kacamata, karena kata papaku, aku terlalu sering membaca sambil berbaring, maka dari itu, mataku harus memakai kacamata ini. Aku suka sekali melihat bintang, dan aku mengaguminya. Aku sangat ingin menjadi bintang di angkasa, bebas dan tidak pernah sendiri. Aku juga senang menulis, apalagi menulis buku harian, itu hal yang sangat aku sukai. Tiada hari tanpa menulis buku harianku. Buku harianku itu seperti sahabatku yang baku, menerima keluh kesahku tanpa merasa muak dengan semua masalah yang aku tumpahkan kepadanya.
     Seperti pagi biasanya, pagi ini aku berangkat sekolah pukul 06.45, aku tak ingin sampai disana dengan terlambat. Sesampainya aku disekolah, aku telah disambut senyum oleh sahabat baikku, Vio, dia adalah satu, dari empat sahabatku yang berkumpul dalam satu nama perkumpulan, ya seperti genk gitulah, nama perkumpulan kami, VIZIA yaitu Vio,Zizi,Iga dan Asfa. Kami memperingati hari jadi VIZIA setiap  tanggal 12 Januari.
“Zi, duduk yuk”, ajak Vio.
“Iya Vi, sebentar ya, aku taruh tas dulu, berat nih”, jawabku sembari masuk ke dalam kelas. Setelah aku menaruh ransel cokelatku yang besar itu ke dalam kelas, aku keluar dan merangkul Vio menuju bangku di depan kelas Vio. Aku dan Vio berbeda kelas, semenjak kami dekat dari kelas satu SMP. Seperti biasanya, aku dan Vio berbincang asyik, padahal, masih pagi dan sekolah masih sesepi kuburan.
“Vi, aku sedikit resah dengan Risa, dia agak sok ngatur ke aku, aku seperti robot saja, baginya”, ceritaku.
“Oh, iya, aku bingung juga sih”jawab Vio singkat saja. Aku hanya menggehem saja. Tak biasanya Vio memberikan respon sesingkat itu, tapi yasudahlah, yang penting aku sudah bercerita dan hatiku lumayan lega.
     Bel berbunyi, tanda aku dan Vio harus menghentikan perbincangan kami, dan masuk ke kelas masing-masing, sungguh hal yang menyebalkan. Tapi aku masih sekelas dengan anggota VIZIA lainnya, yaitu Asfa, dia sangat baik, ramah, pintar, dan juga cantik. Mamanya sangat dekat dengan mamaku karena memiliki satu bidang pekerjaan yang sama. Asfa sangat baik kepadaku, waktu ada perkemahan hari kartini, dia setia menemaniku, karena kami tidak punya teman yang dekat lainnya sih, hehe.
     Tanpa terasa, bel pulang sudah dibunyikan, bapak dan ibu guru memulangkan kami tanpa istirahat karena mereka akan mengadakan rapat khusus. Ira sahabat baikku telah menungguku di bangku teras kelasku, kelasnya lebih dulu keluar karena mengadakan ulangan matematika.
“Zi, tadi aku capek banget, udahlah piket, bekal airku tumpah, hingga aku harus mengepelnya dengan hati-hati, huh, melelahkan”, keluh Ira kepadaku.
“Ira, Ira ada-ada saja, kenapa juga, airnya tumpah?”.
“Habisnya aku…”. Sebelum Ira sempat menjawab pertanyaanku, Risa datang bersama kakak nya Alex, dan menatapku sinis.
“Zi, kalau kamu mau ngomong tentang aku, jangan dibelakang, aku gak suka”, katanya cetus.
“Aaa…aku tidak”.
“Sudahlah, pokoknya kalau kamu mau ngedumel aku, ngomong aja langsung, gak usah pakai dua muka”, kesal Risa.
Aku hanya melihatnya hingga akhirnya ia dan Alex kakaknya pergi. Ira yang melihatku dimarahi hanya diam tak bisa berbuat apa-apa, lalu mamanya Ira menjemput dan Ira berpamit padaku untuk pulang dengan berat hati. Tak lama kemudian datang Asfa dan Vio. Aku tak bisa menahan air mata, lalu aku menangis. Dan mereka bertanya padaku.
“Kenapa Zi?, kenapa nangis?”, tanya Vio
“Ta,,tadi Ri,,ri,,sa memarahiku, a,,aku gak tau kenapa”, kataku sambil tersedu. Vio dan Asfa memelukku dan menenangkan aku. Hingga akhirnya aku dijemput supir pribadi ayahku.
    Setibanya aku dirumah, aku langsung menuju lantai atas, dimana kamarku berada. Aku langsung menggapai sahabat terbaikku, diary, dan aku menulisnya
Sabtu,23 Maret 2011
     Diary, hari ini aku lagi sedih, hatiku terasa di tusuk beribu pisau yang baru saja diasah, Risa temanku yang sangat populer disekolah memarahiku tanpa alasan, katanya aku ngomong belakang sama dia, tapi apa ya?. Aku bingung diary. Kamu taukan kalau aku itu kurang suka sama Risa, dari awal tuh aku juga udah males temenan sama dia, tapi, waktu berkata lain, seiring berjalan, aku dan Risa adalah teman, ya walaupun tak sedekat aku dan Ira, juga aku dan VIZIA. Semoga saja, Risa bakal maafin aku, kalaupun aku salah. Lantas, bisa tahu dari mana dia, kalau aku ngomong belakang. Tapi, yasudalah, semuanya udah terjadi. Sampai di sini lagi diary, sudah jam les ku sekarang, daah. :*
     Akhirnya aku memutuskan untuk berangkat menuju rumah seorang guruku yang sangat baik, untuk pelajaran tambahan fisika. Setibanya aku di rumah guruku, aku masih sedih, mataku bengkak karena nangis melulu di rumah tadi, untung saja mama dan papaku sedang tidak dirumah. Aku juga masih penasaran, siapa orang yang tega kepadaku untuk mengatakan semuanya ke Risa, berlebih atau tidak, mana ku tahu. Dan aku berinisiatif untuk menanyakan ke Vio siapa yang mengatakan semua itu. Ya, selagi jam les belum dimulai, semua masih sibuk berbincang di dalam rumah Bu Sita. Aku, Vio dan Asfa duduk di sebuah ayunan kecil tua yang berbunyi ngit ngit,mungkin karena sudah karatan.
“Vi, kira-kira siapa ya, yang mengatakan ke Risa?”, tanyaku sembai mengayunkan badan.
“Aku dan Asfa, soalnya kamu sendiri kan yang bilang tadi pagi?”, jawaban Vio menusuk hatiku, aku tak tahan, lalu aku pergi dari mereka dan menangis di samping sudut rumah Bu Sita. Aku sebenarnya malu, menangis begitu, tapi, mau apalagi. Vio dan Asfa tidak mengejarku, mereka hanya duduk di ayunan dan terdiam. Untung saja, Bu Sita mengatakan bahwa les diundur minggu depan, karena mendadak anaknya sakit dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Karena rumahku dan Bu Sita masih satu komplek, aku berlari secepat mungkin sampai rumah, karena aku sudah tak tahan atas semua yang aku alami. Setibanya aku di rumah, aku langsung menuju kamar dan menutup pintu dengan keras, hingga supir pribadi ayahku mendengar suara itu. Aku menangis dan terus menangis. Mungkin karena sudah kelelahan, aku tertidur pulas di kasurku hingga pagi.
     Pagi Minggu telah tiba, namun aku tak kunjung mandi walau aku sudah bangun, badanku rasanya lemas, mataku perih dan hatiku sakit. Melihat sifat sahabat-sahabatku yang mulai berubah itu. Tak sanggup rasanya melihat wajah mereka esok pagi. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka yang menyadarkan ku dari tangisan pagi ini, ternyata itu papaku.
“Zi, ayo mandi, kita pergi jalan yuk, ke pantai saja, sebentar kok, cepat ya, papa tunggu di bawah”, kata papa.
“Iya pa, sebentar lagi, hoaamm”, jawabku sambil menguap.
     Karena permintaan papa itu, aku pun mandi, dan berjalan-jalan bersama keluargaku, tak lupa aku membawa diary kesayanganku itu. Tiba aku di pantai, aku tak langsung ganti pakaian dan berenang, aku tak bergairah Minggu ini, muka ku lesu saja. Jadi, aku putuskan untuk berbincang sejenak dengan diary ku.
Minggu,24 Maret 2011
     Diary ku, sahabatku. Hari ini aku tak bergairah untuk liburan, masalah yang menimpaku semalam sudah membuat aku terpuruk hingga sekarang. Hanya Ira dan kau saja yang mengerti perasaanku, aku bingung kepada mereka, mereka mengkhianatiku diary, mereka tega membiarkan aku menangis tersedu karena mereka. Aku tak menyangka, kenangan indah bersama mereka terhapus hujan sehari. Hanya dengan hitungan detik,masalah ini mampu membuang semua kenangan manis itu. Waktu makan ice bareng di taman, hingga celemotan dan tertawa tak henti. Hah,rasanya singkat ya diary, tragis juga sih menurutku, tapi ya yang membuatku semakin sakit adalah, mereka tak ingin bicara denganku, yang menurutku itu adalah kesalahan mereka. Aku juga salah sih, ya sedikit la. Diary ku, udah dulu ya, mama udah manggil aku tuh dari tadi,  nanti aku dikira anak durhaka lagi kalau gak nyaut. Bye. :*
     Selagi asyik curhat sama diary, mamaku manggil, karena aku duduk menyendiri, agak jauh dari rombongan keluargaku. Ternyata ada Ira, dia datang, ya sudah aku juga cerita semuanya ke dia.
“Eh Ira, sini donk, aku mau curhat”,ajak ku.
“Zizi, iya Zi”, jawabnya sambil jalan kearah ku.
“Zi ternyata yang bilang ke Risa, itu Vio dan Asfa”, kataku sambil mulai meneteskan air mata.
“Astaghfirullah, Zi, serius kamu?, ga mungkin mereka Zi, mereka kan teman baikmu”.
“Iya ra, kalau kamu gak percaya, tanya ke.. ke mereka ra”, kataku sambil tersedu, mulai menahan air mata.
“Sudah lah Zi, sahabat seperti mereka harus ku beri pelajaran”, jawab Ira sambil memeluk dan mengelus punggung ku. Aku tersenyum, dan nyaman sekali bersama Ira, aku senang Ira mengerti perasaanku saat ini. Lalu kami bermain air di tepian pantai. Akhirnya hilang juga kegalauan ku akan sahabat-sahabatku itu,.
     Akhirnya pagi datang, pagi yang meresahkan pikiranku, karena aku harus mempertahankan kesejukan hatiku saat ini dari Vio dan Asfa. Ayolah Azzira, kamu bisa, jangan hiraukan mereka, jangan Zi, jangan. Biasanya pagi-pagi begini, ada Vio yang menyambut ku dan siap dengan ceritaku, tapi kini, Vio hilang dari hidupku, dan harus ku hapus. Lalu datang Iga dan duduk di sampingku.
“Zi, apa benar kamu tidak tegur sapa ke Vio dan Asfa?”, tanyanya dengan nadahampir meninggi.
“Ti…tidak kok ga, masih seperti biasa kok”, jawabku hampir banyak terbata-bata.
“Zi, aku ingin kejujuran, sudahlah, aku sudah tahu semuanya. Sekarang yang benar-benar maksud ku untuk duduk di samping mu aku ingin bertanya padamu, jika kamu tak lagi menganggap Asfa dan Vio sahabatmu, apakah kamu ingin ngancurin VIZIA yang udah setahun sama-sama?, apa kamu mau  kita hancur?, mau kamu Zi?”, kata Iga dengan mata yang berkaca-kaca.
“Tidak, tidak, tidak Ga, bukan maksudku untuk menghancurkahn VIZIA yang slalu tersenyum menyambut pagi dan meninabobokan mentari senja. Aku tidak bermaksud Ga, maafkan aku”, jawabku dengan sedikit tangis.
Iga meninggalkanku yang terduduk menangis sendiri di kursi tua depan kelasku. Sungguh aku sedih Iga mengatakan aku akan menghancurkan VIZIA. Sangat dan sangat sedih.
     Sudah dua minggu berlalu tanpa sedikitpun ucapan terlontar diantara aku, Asfa dan Vio. Kalau Iga sih, masih biasa denganku, kami masih bertegur sapa. Dan tak terasa jua, esok adalah hari ulang tahun Iga. Rencana nya, sore ini, aku ingin membeli hadiah untuknya. Karena dia pernah mengatakan ingin foto VIZIA di cetak, akhirnya aku memutuskan untuk membeli bingkai dan memasang foto VIZIA. Untukku berikan padanya. Selagi aku membungkus hadiah itu, papa memanggilku untuk bicara dengannya di ruang keluarga.
“Zi, papa akan bertugas di Bekasi, jadi kita sekeluarga akan pindah ke sana”, kata papa.
“Tapi pa, Zizi harus menyelesaikan beberapa tugas dan…”
“Sudah papa urus Zi, besok pagi barang-barang akan diangkut dan kita akan pergi”. Kata-kata ayah itu membuatku semakin menangis, aku sedih harus meninggalkan Ira, dan Iga. Belum sempat lagi aku kasih hadiah ke Iga. Akhirnya aku memutuskan untuk menelpon Ira untuk datang kerumahku dan menitipkan hadiah dariku untuk Iga, tak lupa sepucuk surat putih aku selipkan di hadiah itu.
“Ra, aku akan pergi, mungkin takkan ke sini lagi, ayahku tugas ke Bekasi, maafakn aku ya Ra, aku tak bermaksud meninggalkanmu, dan yang lainnya di sini”, kataku menahan tangis.
“Iya Zi, aku faham kok, aku janji bakal selalu ngasih kabar ke kamu”, kata Ira menangis sambil memeluk ku erat, seakan tak ingin aku pergi darinya. Sahabatku yang satu ini emang sangat sayang padaku, seperti aku juga yang menyayanginya. Setelah Ira pulang, aku berbincang lagi dengan diaryku.
Senin,8 Mei 2011
     Diary, besok aku akan pindah dari sini, tapi tenang saja, aku membawamu kok. Tapi, Ira tak bisa ku bawa seperti mu. Diary, aku sangat kecewa kepada  Vio dan Asfa, mereka tak melontarkan padaku kata maaf. Yang tahu aku akan pindah, hanya guru dan Ira saja, Iga sudah ku tuliskan surat pamitku bersama hadiah kecil yang kuberikan padanya. Aku pergi dengan sejuta kesedihan, aku takkan lagi melihat taman, di mana aku dan VIZIA bermain, sedih rasanya. Coba kamu jadi aku, diary, mungkin kamu udah gak niat lagi untuk sekolah. Huh, sangat tragis masalah ini. Ini adalah masalah terbesar dalam hidupku diary. Sudah ya, aku ingin kembali mengemas pakaian ku, daah diary. :*    
     Hari yang tak ingin ku jalani akhirnya tiba, aku harus meninggalkan semua kenangan ku di sini. Aku sudah mengirim SMS selamat ulang tahun ke Iga, mudah-mudahan Iga senang dengan hadiahku. Pagi ini hujan datang, bersama air mata yang terus mengalir memandang gambar bisu VIZIA. Sedih itu sudah pasti kurasakan di saat seperti ini.
     Di sekolah, Ira memberikan hadiahku kepada Iga dan menyampaikan salam ku untuk Iga.
“Ga, ini hadiah dari Zizi, dan ini dariku, Zizi menitipkannya kepadaku, karena hari ini dia tidak masuk sekolah, dia juga menitipkan salamnya padaku untukmu”, kata Ira.
“Makasih ya Ra, bilang ke Zizi juga ya, aku sayang kalian. Oh iya, kenapa Zizi gak masuk?”, kata Iga sambil tersenyum merona.
“Baca saja surat kecil itu, kamu akan tahu”, kata Ira. Dan Iga pun membaca suratku sambil terduduk di kursi taman sekolah bersama Vio dan Asfa, Ira meninggalkan mereka bertiga.
Untuk sahabatku tersayang, Siti Aliga,
     Happy birthday sahabatku, semoga panjang umur sehat selalu, dan selalu diberi kemudahan oleh Allah SWT. Aku sangat senang di hari bahagiamu ini Ga, aku ingin kamu senang dengan hadiah kecil ku ini. Maaf ya, aku gak bisa ngasih langsung ke kamu, karena sebenarnya aku akan pindah bersama keluargaku ke Bekasi, kemungkinan, gak akan ke sini lagi Ga. Ga, aku mohon kamu jangan marah ya Ga, aku sayang VIZIA, aku tak ingin kita bubar, slalu contact aku ya, aku mau VIZIA terus ada sampai akhir zaman. Iga sahabatku, semoga pertengkaran aku, Asfa dan Vio tidak memancing emosi mu, dan menguras tenagamu untuk menyatukan kami, aku sudah cukup bahagia kok tanpa mereka. Aku sangat bersyukur dianugerahi sahabat seperti kalian. Tapi, masalah ini membuat aku harus pergi dan menenangkan hatiku. Terima kasih Iga, kamu sahabatku yang paaaling ku sayang. Aku juga tetap menunggu kata maaf dari Asfa dan Vio kok. Salam ya buat yang lain, selamat tinggal Ga.
                                                                                                               Sahabatmu
                                                                                                                   Azzira
     Selama di perjalanan, aku terus memeluk diary, dan menahan tangis di depan papa dan mama. Dalam hatiku slalu bertanya, gimana perasaan Iga saat ini?. Apakah ia sudah membaca suratku dan melihat hadiahku?. Handphone ku sengaja ku matikan, aku tak sanggup mendengaar suara sahabatku, yang menucapkan selamat tinggal dsb. Sampai saat ini aku masih sayang kalian Vio, Asfa, Iga, Ira dan diaryku.***




Rabu, 16 Mei 2012

Ini Untukmu

oleh: Agnes yolanda putri

Dulu...
Bibirku melengkungkan senyuman karenamu
Detik hidupku hanyalah bahagia bersamamu
Denyut nadiku berjalan lurus denganmu
Dan mataku takkan lewati hadir manismu

Kala siang menemani
Tak letih kau bayangi
Daku yang slalu tertatih pilu menempuh langit ini
Daku yang selalu menangis lelah menemani hidup sendiri
Sang raja siang pun tahu arti dikau untukku disini

Namun sekarang
Ribuan kenangan emas tlah kau buang
Senyumku tlah kau lipat di himpitan karang
Bahagiaku kau terbangkan bersama elang 
Yang membuatku semakin memalang

Oh tuhan...
Salahkah aku pada bulan?
Dosakah aku pada rerumputan?
Hingga sahabatku jadikan aku sebuah mainan
Hingga aku merasakan aku adalah bumi tak berhutan

Semoga kau pahami bulan yang berbahasa
Bintang yang redup nan bergelora
Rumput yang membisu melihat dunia
Dan aku yang lara menunggu surya
Slalu... slalu.. dan slalu berharap  hadirnya sahabatku dikala siang mendera