Sabtu, 29 Agustus 2015

Hikayat Kebimbangan

Oleh: Agnes y.p

Aku terhenyak menyisakan waktu
Tak ada siapapun dibelakang maupun dalam benak
Tiada sempat aku melirik
Ternyata kau telah jatuh
Hacur buyar tinggal seserpih
Bahkan tak ada lagi serpihan
Aku lebih suka hanyut dalam damar-damar yang goyah
Bagaikan tak punya pendirian
Sudahlah aku tengah meragu
Aku adalah ketua dalam inti benih rindu
Biarkan aku menghitung berapa banyak lagi aku harus bersabar
Jangan salahkan aku dengan cacian si bendahara
Mungkin aku pernah dongkol karena salah
Ku ukir hasil hitunganku pada secarik cinta
Cinta yang lusuh membuatku lirih
Undang aku dalam bayangmu
Aku adalah sekretaris hikayat hati yang gundah gulana
Inilah aku yang mewakili ketua-ketua gila
Yang tanpa sadar membawaku dalam lamunan tak terarah
Tak ada yang mengerti artinya apa
Namun aku tetap menulis dalam gelap
Ada permainan si akar beringin
Jemari indahnya memetik lembut dawai tajam hifa udara
hingga sedikit terluka ia tetap menyanyi
Beginilah nyanyiannya:
Kata tunjuk-orang ketiga-bagian tubuh-isi yang paling pokok-berkewajiban menanggung-tata tertib-perangai-adib-terhormat/tertinggi-bersedia dgn ikhlas hati-menyatakan kebaktian-bersatu padu-partikel menyatakan pengingkaran-diizinkan-dituruti selalu kehendaknya-penghubung satuan bahasa-senantiasa-menunggui-tingkat harkat kemanusiaan-OSIS-membuat sebagai-nilai barang yang ditentukan dengan uang-sudah hilang nyawanya.
Selesailah nada indahnya
Ia senang untuk menyambut mentari
Namun mentari tak jua datang
Ialah nyanyian maut yang di dengarnya
Usai sudah hikayat si bimbang dalam gelap gulita jalan berbatu yang ia banggakan
</3
Kamu
Benar
Benar
Indah


Minggu, 19 Juli 2015

Tingkah Pasti Terbayar

Oleh: Agnes y.p

Mentari mulai menjajaki ketegaran
Agar mampu tumbuh subur dalam ketentraman
Lika-liku dan terjal mewabah dalam hela nafas
Menggerogoti rencana yang indah tak berujung
Kegelisahan meraung di tepian naungan tak berpagar
Supaya keangkuhannya tercium ke pelosok sudut tak terjamah

Dalam kata tanpa vokal
Dalam nyanyian tanpa nada 
Ia menunggu datangnya tahta
Terlalu sibuk hingga tak ingat hidayah
Fakir di pelukannya semakin tergencit
Sakit sekali rasanya dalam tatapku

Rasanya dia seperti kembang tak berputik
Yang puas akan kehendak namun tertindas kericuhan
Dia tak pantas lagi mengisahkan akhir
Hajat yang ia tahu kini telah hadir
PanggilanNya membuat ia takut
Hingga  tak ada gunanya lagi menjejaki dunia

Ini hatinya berguman tak tentu arah
Gumannya seperti merusak kalbu
Ku rasa tak sekedar guman belaka
Ini amarah hebat yang mencekik
Hingga nafas seakan tak mampu berjalan
Inilah akhir insan pendusta

Selasa, 14 Juli 2015

Tanpa Jeda

Oleh: Agnes y.p

Berpangku si lemah diatas fajar
Menghardik detik yang berlalu tanpa jeda
Harus patuh pada Tuhan tentunya
Namun lemah tak punya belas kasih
Ia kembali dengan seribu cambuk bertunggang senja
Begitu seterusnya hingga gelap

Tak ada angin namun begitu berisik
Ku sambut hitungan yang mengundang amarah
Kikir sang waktu kikir terlalu cadas
Tak mau dan tak peduli
Asal ia taat ia tak pernah salah katanya
Apalagi? biarlah 

Ada tulisan yang terlanjur pudar tersapu ego
Goresan iman mengawali langkah dilajur nafsu
Apa yang namanya iba inilah dia
Sayangnya semua sama
Tinggalah yang dikenang yang mengiba
Yang mengenang tak mengambil hikmah

Hambar imanku !
Buat apa hidup tanpa manis tanpa asam 
Kata maut yang tanpa jeda menarik hatiku
Dilemahkan fatamorgana
Tanpa jeda
Tanpajeda...

Pada Akhirnya

Oleh: Agnes y.p

Gelimang perih terus ku pendam
Menjajaki bumi bahagia yang kau kenalkan
Pada malam-malam terakhirku dalam cerita
Ada suguhan yang membawaku
Manis begitu manis hingga terkecap pahit
Hitamku akan hilang jika aku pergi
Keutamaanku hampir datang 
Namun kembali harus ku ingat 
Cerita remaja yang hanya kali ini terjejas kalah
Kau harus tahu dan mengerti 
Sukma tak ingin kandas 
Tak ingin dibelenggu rasa
Aku bukan raja
Aku bukan nabi
Tak pula aku pembawa lentera
Tak juga penunjuk arah
Maka harus ku ukir sendiri
Batang, lilin, dan sumbu jadi temanku
Ada kalanya kesendirian membuahkan cinta
Tak sekarang 
Jika aku ada di nanti 
Maka temuilah bersama berani mu
Yang pada akhirnya ada kita di ujung masa

Kamis, 25 Desember 2014

Jatuhkan Aku

Oleh: Agnes y.p

Langkahnya bagai berlari
Menerpa ribuan untaian kasih
Dibalik jubah putih ia menggenggam tajamnya belati
Bisa saja debu berlarian pergi
Nirwana melekuk berlutut perih
Dia tertawa tapi sedih

Kilau cahaya membutakan mataku
Ku lihat genggamannya penuh mawar putih
Gambaran suatu makna yang berarti suci
Ternyata ia berhasil mengunci waktu
Jantungku tertegun melawan hati
Sungguh hatinya manis

Jatuhkan aku sedalam sanubariku
Jangan lihat sengsaraku
Biarkan aku menyusuri sendiri bahtera piluku
Asaku remuk redam menghadang waktu
Biarkan aku bersama lilin merogoh harapan baru
Sedalam niatku kan kutemukan hidup 

Rabu, 13 Agustus 2014

Tulisanku pada cerita

Selamat malam dunia. Selamat menikmati lagi dan lagi persembahan tarian materi langit malam hari ini. Semoga ketenangan malam ini bisa membawa pergi lelah jauh-jauh, biar mereka punya waktu yang lama untuk kembali. Sebelumnya, aku tak pernah membayangkan bahwa hal yang selama ini aku inginkan justru menjadi momok bagiku. Satu hal yang kini benar-benar ada di depan mataku, berdiri dengan dua kaki yang kokoh. Simpang siur khawatirku menghantui, berlalu lalang bebas hambatan setiap harinya. Sudah cukup lama aku menginginkan ini, namun ternyata aku tak sekuat dugaan ku untuk melihat inginku datang secepat ini bahkan, kini aku menginginkan sebaliknya, keinginan yang justru menjadi kenyataan buruk tidak pernah lagi datang di kehidupanku.

Bintang terlihat berkelip lebih cepat dari biasanya, menunjukkan pesona dan kharisma nya. Bulan pun demikian, memuji kecantikan sang bintang yang katanya melebihi indahnya mentari saat mengantuk di ufuk barat. Bukan, tidak demikian denganku, entah apa yang merasuki ku hingga aku merasa tak mampu bertahan tanpanya, wanita macam apa yang memikirkan "dia" yang belum tentu memikirkannya. Berlutut memohon padaNya sudah ku lakukan, agar waktu dapat lagi ku ulang. Biarlah ku nikmati karma dengan hasrat bahagia, agar aku dapat meyankinkan diriku bahwa aku adalah manusia yang bersyukur. Betapa berarti ciptaanNya yang kini menjadi bagian dalam buku harianku. Buku itu, setiap hari aku menulis namanya disana, mungkin bintang sudah bosan membacanya dalam buku harianku, namun aku tak pernah, namanya selalu teduh dalam ingatanku.

Mengingat cerita yang dulu amat kusenangi saat ia terus-menerus mengulang menceritakan "cerita bahagia" kami. Mungkin semuanya telah terasa berbeda, seperti langit yang berbatu, terus menerus menggempur berisik mengubah suasana damai langit. Menempa kesulitan yang membuat aku terus tertatih tak henti membuat aku begitu lelah. Masa yang kini datang mengubah sosok periang dan penyayang menjadi seorang yang dingin, tak peduli dan berego keras. Menyesalnya aku telah mengubah satu hal menjadi lebih buruk, aku tidak pandai menerka impianku sendiri. Mengubahnya dari yang terlalu berlebihan sayang menjadi seseorang yang penyayang saja tanpa ada lebihnya adalah keinginanku yang kini datang. Mengingat hal yang berlebihan itu adalah tidak lebih baik. Menimbang kenyataan yang saat ini kuterima, ternyata semuanya bertolak belakang. Manisnya disanjung tak pernah lagi ada. Menghilang secepat kilat, harapku hanya menjadi serpihan debu.

Harus ku akui, bukan lagi sosok sepertinya yang aku inginkan. Habis harapanku padanya, aku hanya bisa berdiam dan berdoa semoga ada jalan lain yang masih jauh tapi akan segera datang, aku sangaaat menunggunya. Hingar bingar canda berisiknya kini tak pernah ku dengar lagi, aku sendiri dibawah damar meneduhkan hatiku yang lelah. Hela nafas akhir asa terus menerus ku hembuskan, seakan damar pun tahu ceritaku, ia ikut diam dalam hangatnya mentari. Hilangnya sosok masa lalu memaksa mawarku gugur, satu demi satu mahkotanya jatuh. Hanya bisa ku ratapi dan menunggu gugurnya mawarku bersama indah jalinan masa lalu. Hikmah tak sama sekali ku dapat, tidak sama seperti yang mereka katakan bahwa setiap duka akan ada hikmahnya. Hah, semuanya sudah berlalu dan hanya bisa ku sesali.

Selalu ku rindu meski tak sama sekali pesannya disampaikan angin. Setiap hari belakangan ini aku selalu mencari senyumnya, namun tak semudah mencari oksigen di tengah hutan rimba. Siapa yang menyembunyikan sosok itu? Selama ini aku membiarkannya membujukku, membatasi diriku dengannya,menjauh,berlari,dan pergi jauh darinya. Sakit bila harus menerima pribadi barunya.

Aku mendapat kenyataan pahit, tak lagi tahu dimana ia, aku terus mencari kehilangan dirinya. Apa yang selama ini ku lakukan ? aku merasa sangat bersalah. Aku hanya bisa bersandar pada nisannya. Apa yang ada di hadapku adalah terteranya nama indah pada nisan putih yang terlihat baru diganti. Nama indah yang begitu banyak memEnuhi buku harianku, nama yang selalu ku rindukan, nama yang... yang selama ini yang selama ini memenuhi sesak laraku.**

Selasa, 24 Juni 2014

Kisah Singkat Gadis "Itu"

-------
Disana, di kursi yang umurnya masih terbilang muda itu aku bertemu dengan seorang penjaga batas hati yang membuatku harus berhenti dan menikmati senyumannya sejenak. Meski siang itu mentari terasa marah dan menyengat siapa saja yang ada dibawahnya, aku tetap tak peduli. tetap kulihat dan ku jabarkan lisannya kata demi kata. Dibuatnya lunglai ragaku, dan lelah jantungku karena rasanya seperti berlari mengitari lapangan sepak bola Gelora Bung Karno. Haha, ini terasa lucu namun sangat manis. Aku seperti dibawanya melayang bersama mengukir gerimis saat itu juga. Siapakah gerangan wahai penggugah letihku?
-------
Tak pernah ku duga sebelumnya, dengan waktu sesingkat ini dia mampu membaca mataku, dibalasnya perasaanku kini yang entah harus bagaimana lagi aku menjabarkannya. Akhirnya ia memulai dengan lembut dan pelan, aku menyambutnya dengan penuh kagum dan suka cita. Meski kala itu ku rasa diantara kami belum melengkapi rasa saling kenal, namun... ku rasa aku telah mengenalnya jauh sebelum hari-hari ia mendekatiku. Senyumnya, bidikan matanya, teduh pandangnya, bagiku ia pria tertampan yang ada disekolah. Ya, tampan dari segi manapun, melihatnya saja sudah membuat aku merasa  menjadi wanita terbaik didunia karena aku bisa mengenalnya.
-------
Hari-hari berlalu secepat angin, semuanya singkat. Pertemuan itu, pendekatan itu, perhatian yang membuat handphone kecilku tak henti berdering. Dimalam yang penuh kelip bintang, kudengar ucap manis yang ia bilang tulus dari dalam hatinya. Aku tidak menyangka akan secepat ini, tapi inilah yang ku nanti, sudah sejak pertemuan siang itu, semua yang tengah membidikku bahkan posisinya hampir sama dengannya kini gugur ia kalahkan. Ia perebut hatiku adalah petarung yang hebat ! Mengalahkan tidak dengan amarah fisik dan emosi, melainkan dengan kata lembut yang menunjukkan alur hatiku harus padanya. Kini dua insan Tuhan menyatu dalam satu kisah remaja yang tengah digilai asmara.
-------
Bulan pertama, Pebruari.
Ku akui dia cerdik dalam mengalihkan perhatianku, setiap harinya hanya senyum,tawa,dan bahagia yang ia kenalkan. Tanpa terasa tiga puluh hari sudah ia menemaniku berjalan di tepian rintangan dunia. Dan tepat di pagi itu, mawar merah mampu mewarnai pagi kelabu ku. Sungguh, cacing diperutku yang tengah mengadakan konser dadakan karena tak ku beri asupan pagi ini tak terdengar lagi riuhnya. Darahku mengalir dengan tenangnya, pikiranku yang lelah kembali tersenyum hanya jantungku saja yang seperti tengah mengadakan perang saudara, seperti dentum-dentuman meriam disana sini. Ini adalah perasaan wanita yang disanjung oleh idamannya, senang, gembira bahkan sempat berulang kali melakukan tingkah-tingkah yang salah. Oh Tuhan, aku mencintaimu !
-------
Bulan kedua, Maret
Tanpa terasa semua bagai kedipan mata, berdiri aku pada bulan kedua hubungan manis ini, aku merasa ia semakin hati-hati dalam menjagaku, tak mau seorangpun melukai bahkan menyakiti hariku. Ia penjaga yang baik :)
-------
Bulan ketiga, April
Aku sangat merasa tersanjung bila ada seseorang yang menjagaku tanpa mengharap balas dan penjagaan dariku juga. Kini aku masih bersamanya, dia yang sejak awal ku idam-idam kan. Namun, kini ia seakan-akan adalah pengawas saat aku ujian nasional SMP tahun lalu, bahkan mungkin melebihi pengawas-pengawas yang ditakuti oleh para siswa itu. Sudah ku katakan padanya, bahwa bukan seperti ini yang aku inginkan. Pertemananku mulai terbatas, hari-hari ku pun dilalui dengan kewaspadaan, entah siapa teman sekelasku yang diajaknya bekerja sama untuk mengintai hariku dimanapun. Aku membencinya !
-------
Bulan keempat, Mei
Setiap bulan semua seakan semakin sulit saja, entah mengapa ia berubah menjadi pribadi yang menyebalkan. Yang tak bisa ku tahu apa maksud dari perubahannya ini. Aku semakin tidak suka, semakin riuh, ingin saja ku beri ia sebuah rekaman video yang menjabarkan bagaimana sikapnya kepadaku belakangan ini.
Namun, ketika aku mulai resah dan dengan terpaksa menceritakan semua resahku padanya. Tanpa kuduga ternyata ia mengerti apa mauku. Ia membacanya dengan baik, belaian maafnya menyentuh lembut jilbab putih yang masih ku kenakan dengan rapi. Hatiku tenang.
-------
Bulan kelima, Juni
Bulan ini penuh dengan kejutan, kami saling mengenal satu sama lain. Melalui watak yang berbeda kami bisa saling menerima dan menyaring keslahan apa saja yang harus dikubur dalam-dalam. Bukan hanya ia, juga keluarganya, ibunya menerima hadirnya aku dengan ramah tamahnya. Semua berjalan baik sampai akhirnya... Perjalanan kami harus tersendat karena satu problema besar yang tidak bisa lagi disebut masalah kecil. Ini menggoyahkan semua yang telah bersama kami lalui. Ini pilihan yang sangat sulit. Linangan air mata tanpa ada hentinya membasahi pipiku yang kala itu sengaja tidak kulapisi dengan bedak putih yang baru-baru ini ku coba tuk kenakan. Aku sudah pupus dan lemah, rasanya pun aku sudah tidak bisa berjalan lagi. Lalu dalam diam dan sedihku, ia menggenggam hangat tanganku yang dibasahi air mata. Ia mencoba meyakinkan aku bahwa ini semua akan berakhir. Ini akan berjalan sebagaimana yang kita inginkan. Dengan pelan tangan kanannya menghapus jejak-jejak air mata dipelupuk mataku. Teduh pandang matanya membuat aku harus bangkit dan tegar. Hingga matahari sudah terkantuk-kantuk di ufuk barat, kita masih berdua dalam linangan senja. Meski tak bisa ku hentikan derasnya air mata yang membuat pedih mataku, namun hatiku merasa tenang, kau yang membuat aku bangkit lagi, tersenyum dalam tumpukan kelam masalah yang harus kami hadapi. "Jangan pernah takut, aku gaakan ninggalin kamu.", kalimat itu terngiang hingga akhirnya aku harus mengakhiri pertemuan itu karena desakan waktu.*
-------
Tahun berikutnya...
-------
Akhir hayat...
-------
Dihadapan Tuhan menikmati surga.

***